Melukis Peradaban
Minggu, Juni 8th, 2008
Menatap gejolak yang meluap dan menghanguskan serta meluluh lantakkan dunia islam,
ada yang harus dilakukan
Menyimak kedzaliman dan penindasan, yang menimpa dan mencengkeram dunia islam,
ada yang harus dikerjakan
Bukan semata merenung, kemudian meneteskan airmata
Bukan semata menjerit atau bertakbir, namun tiada yang dilakukan
Adalah menyiapkan diri,
menjadi anak panah-anak panah yang siap dilepaskan,
atau peluru-peluru yang siap ditembakkan,
atau tombak-tombak yang siap dilemparkan,
atau pedang-pedang yang siap diayunkan
Menyadari keangkuhan dan kesombongan, yang mengangkangi dan menindas dunia islam,
ada yang harus disiapkan
Keikhlasan diri, kebulatan tekad, kekuatan jasad dan keteguhan materi
Menyikapi kehancuran yang melanda dunia islam, ditengah kelesuan dan tidur panjang umat islam,
langkah yang dilakukan harus penuh kesungguhan.
Bukan semata bicara panjang lebar,
tanpa kerja yang nyata,
atau semata mengungkapkan kebobrokan,
namun dengan penuh ragu dan kecenderungan.
Adalah memantapkan diri,
bahwa selembar jadwal bukan sekedar rencana kosong,
bahwa tiap goresan pena adalah kesungguhan dengan keprihatinan
bahwa kesabaran adalah cambuk untuk menegakkan keadilan
Merenungi langkah yang bila harus dilakukan, untuk masa depan dunia islam,
ada yang harus ditegaskan
Kemantapan diri, kekuatan azam, kemurnian asas, dan kejelasan tujuan.
Kemarin aku tertegun mendengarkan nasyid ‘tekad’ dari Izzatul Islam. Tiba-tiba saja aku merasa tersinggung dengan narasi yang mengiringi lirik nasyid ini. Aku nggak bisa menahan tangis ketika sampai pada “…bahwa tiap goresan pena adalah kesungguhan dengan keprihatinan…”. Ya Allah, sekian banyak yang telah kutulis. Telah lebih dari 400 posting yang terpapar di blog ini. Telah entah berapa ribu pasang mata yang telah mampir dan membaca ‘goresan-goresan pena’ ini. Lalu apa yang telah kuberikan bagi kejayaan peradaban islam?
Seorang Muhammad Al Fatih telah menaklukkan Konstantinopel di usianya yang belum genap 20 tahun. Seorang Usamah bahkan telah memimpin ribuan pasukan menuju Yarmuk. Apa yang mampu dilakukan seorang ARDIAN PERDANA PUTRA diusianya yang ke-25 yaa.. Allah. Di usiaku yang sebentar lagi menyentuh seperempat abad ini aku belum pula mampu menuliskan sebuah buku. Aku belum pula mampu menjadikan rangkaian kata ini jadi senjata. Aku belum pula mampu menjadikan ribuan paragraf ini menjadi benteng kokoh.
Bukan semata merenung, kemudian meneteskan airmata
Bukan semata menjerit atau bertakbir, namun tiada yang dilakukan
Bukan waktunya lagi bersedih dan larut dalam penyesalan. Bukan waktunya lagi untuk banyak merenung tanpa berbuat apa-apa. Inilah saatnya untuk berpikir bagaimana mengisi detik-detik yang terus berlalu menuju maut dengan sebermanfaat mungkin. Kita tidak akan pernah tahu kapan tepatnya ruh ini akan berpisah dari raga. Yang kita tahu adalah adalah sebuah kecelakaan besar jika saat itu datang kita tidak sedang dalam kondisi mengingat-Nya, di jalan juang dalam menegakkan agama-Nya.
Saatnya bagi kita untuk pancangkan niat baru! Niat untuk memperbaharui mindset kita dalam memandang sisa hidup kita ini. Sisa hidup ini harus berarti, bukan saja bagi diri kita dan orang-orang disekitar kita. Mimpi yang kita tancapkan harus jauh lebih besar… karena aksi-aksi besar hanya bisa tertampung dalam sebuah mimpi yang besar. Dan Bismillah… Nawaitu… inilah niatku!
Ya Allah, 71 hari lagi menuju seperempat abad kehadiranku di dunia. Saksikanlah, bahwa aku berusaha meluruskan niat di dada ini. Sebelum kau cabut nyawaku izinkan aku mempersembahkan sebuah buku untuk dunia. Sebelum rangkai kata ini terlupakan oleh waktu, izinkan aku untuk mengabadikannya bagi sejarah. Karena tiada artinya permohonan ini tanpa ridha-Mu yaa Rabb… maka saksikanlah! Izinkan aku disisa umurku ini untuk… Melukis Peradaban!