Tag Archives: kisah

Ayo nulis! Malu sama umur!

Memfollow-up ide dirapat GPH kemarin, tadi pagi aku mencoba melist semua buku yang nangkring dalam kamar kostku. Tadi daftar itu kuposting ke milis manajemen GPH. Tiba-tiba tercetus juga untuk meletakkannya daftar ini di blogku ini. Bukan mau sekedar pamer jumlah buku, mengingat jumlah buku yang cuman ‘seiprit’ ini belum kubaca semua. Cuma sebagai penyemangat/motivator buatku untuk semakin meningkatkan frekuensi menulis.

Tenyata untuk saat ini jumlah buku disaya nggak nyampe 100 judul. Itupun sudah termasuk juga buku sakti OSKM ITB 2005 dan 2006. Beberapa buku juga masih berstatus pinjeman dari temen yang belom kunjung terkembalikan. Sekedar mengingatkan diri pribadi, banyaknya bacaan kita mencerminkan seberapa dalam kita mencoba mengenal diri kita dan dunia. Jadi, hayu kita masing-masing menargetkan untuk akhir tahun ini kita masing-masing bisa menambah koleksi buku kita satu judul aja… tapi dengan nama kita di cover bukunya (kita sebagai penulis).

Ayo nulis! Malu sama umur! Peace! hehehe…

JUDUL Penulis Ket.
1 Jam Sebelum Anda Memasuki Ruang Wawancara Suryaputra N. Awangga
11 Script Spektakuler ASP Gregorius Agung
7 Pola, 240 Akord Gitar Elektrik/Akustik RE. Rangkuti
Agribisnis Cabai Hibrida Final Prajnanta
Animal Behaviour David McFarland
Ayat-Ayat Nikah Langgersari Elsari N.
Bagaimana Menyentuh Hati Abbas As-Siisiy o
Bahagia Bersama Mertua (seni memahami mertua) Muhammad Muhyidin
Bahaya Islam jama’ah Lemkari LDII LPPI o
BAPPERTAL
Berdakwah Dengan Menulis Buku
Bioinformatics for Dummies Jean-Michel Claverie
Budidaya Ikan Lele S. Rachmatun Suyanto
Buku Pintar Software Program Komputer Haris Supriansyah
Cakewalk Pro Audio 9 Inung K. Arisasangka
Cara Bermain Gitar Budi Kurniawan
Cerdas Menjawab Job Interview Martin John Yate
Cinta dalam Pandangan Islam Abdullah Nashih Ulwan
Corel Draw 7 Andri Setyawan
Dakwah Kampus Budi Wiyarno
Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 1 Pelczar o
Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2 Pelczar o
Denting Dua Hati Maya Lestari Gf.
Desain Vector dan Tracing dengan Illustrator CS Hasto Suprayogo
Di Jalan Dakwah Aku Menikah Cahyadi Takariawan
Di Sini Ada Cinta! (MTPS 2) FLP
Divestasi Indosat: Kebusukan sebuah Rezim Marwan Batubara
Filsafat Politik Islam Yamani
Flash 8 Lanjutan Ridwan Sanjaya
Fruity Loops 2: Bermain Musik Tanpa Instrumen Inung K. Arisasangka
Gerakan Islam: sebuah analisis A. Ezzati
Gerakan Keagamaan dan Pemikiran WAMY f
Hadiah Cinta dari Dunia Maya Sri Noor Verawaty
Har’s and She’s Diary Denny P. & Muktiar S.
Histeria Sang Idola Izzatul Jannah
How To Draw & Create Manga 1: Kepala dan wajah
How To Draw & Create Manga 2: Tubuh dan Anatomi
Identifikasi Keberbakatan Intelektual Melalui Metode Non-Tes Reni Akbar-Hawadi
Insomnia Anton Kurnia
Jaringan Gelap Freemasonry A.D. El Marzdedeq
Kado Indah Pernikahan Abu Ahmad Wajih
Kafir Liberal Emha Ainun Nadjib
Kehancuran Israel di Tahun 2022 Dr. Bassam Nahad Jarrar o
Key to The New World HR for IA-ITB
Kisah Seribu Satu Malam (Mizan, Buku 2)
Lenin: Revolusi Oktober 1917 Saiful Arif & Eko Prasetyo
Mail Merge Moehammad Ferryzal
Mail Service Berbasis Java pada Server Windows dan Linux Didik D. Prasetyo
Maling Republik Soenaryo Basuki Ks
Managing Creativity and Innovation Harvard Press
Manhaj Haraki dalam Sirah Nabawi (Jilid 2) Syaikh Munir Muhammad Ghadban o
Matahari Tak Pernah Sendiri (MTPS 1) FLP
Maximum Performance Aubrey C. Daniels
Membangun Web Server dengan Linux M. Tito Herlambang
Membina Angkatan Mujahid Sa’id Hawwa
Mempersunting Bidadari Muhammad Muhyidin
Mendesain Layout Profesional dengan Adobe InDesign CS2 Iim Rustandi
Menggapai Hidayah dari Kisah Imam Al-Ghazali Isyan Basya
Menguasai Komputer dan linux Asisten Comlabs
Menguasai Security UNIX Rahmat Rafiudin
Menikmati Bulan Madu Dr. Aiman Al-Husaini
Menikmati Demokrasi Anis Matta F
Menuju Pernikahan Islami 2 (6 booklet) Drs. Muhammad Thalib
Mereka Melawan Korupsi SAKSI
Multimedia: From Wagner to Virtual Reality Randall Packer et al.
Ngebet Nikah (Kumcer) Gusrianto o
Pakan Ikan Eddy Afrianto
Panduan Lengkap Memakai Adobe InDesign CS2 Adi Kusrianto
Panduan Lengkap Menggunakan BLENDER Carsten Wartmann
Panduan P3K Sulistro Sudirman
Pejuang-Pejuang Kebenaran Dr. Muhammad Hasan Al-Himsy
Pemrograman HTML Andi Setiawan
Pengantar Filsafat Jan Hendrik Rapar o
Perancangan Organisasi Hari Lubis
Protokol Ganesha (Buku Sakti OSKM 2005) Kabinet KM ITB
Renovasi Dakwah Kampus Arya sandhiyuda
Robohnya Dakwah di Tangan Dai Fathi Yakan o
Sistem Cepat Pengajaran Bahasa Arab Drs. Muhammad Thalib
Smart Answer in Job Interview Yusup Priyadisurya
Solarex: Penuntun ke Teknik Listrik Sinar Surya Solarex Corp.
Spiritualitas Cyber Space Jeff Zaleski
Starting & Running a Successfull Newsletter or Magazine Cheryl Woodward
Syahadatain: Syarat Utama Tegaknya Syariat Islam (N11) Muhammad Umar Jiau Al-Haq
Technical Writing Bambang Supriyanto
Teknik Merakit PC Modern Teguh Wahyono
The Courage to Create Rollo May
Tips & Trik Macromedia Flash 5.0 dengan Actionscript Didik Wijaya
Trik Memperindah Website dengan Menu Dinamis Ridwan Sanjaya
True to Our Roots Paul Dolan
Ungkapkan Isi Hati Melalui Puisi Luqman Haqani
Wayang Semau Gue Ki Guna Watoncarita
Wiracarita OSKM 2006 Panitia OSKM 2006

Kekalkanlah Ikatan Kami Yaa Allah!

Kemarin, hari jumat siang, alhamdulillah aku diberi kesempatan untuk kembali bersua dan bersilaturahmi dengan saudara-saudaraku alumni Husnul Khotimah di acara silaturahmi ISHLAH (Ikatan Alumni Husnul Khotimah) cabang Bandung. Begitu banyak hal berkesan yang aku dapat dari acara ini, terutama karena bisa berkenalan dengan alumni-alumni angkatan muda yang sebelumnya nggak saya kenal dan berbagi cerita dan kegundahan seputar Pondok serta rekan-rekan yang menghilang dari peredaran selepas keluar dari ma’had. Acara yang berlangsung selepas jumatan hingga maghrib itu benar-benar menjadi sarana melepas kerinduan dan isian ruhiyah yang maknyus buat saya pribadi.

Ada belasan ikhwan serta belasan akhwat dari berbagai angkatan yang hadir. Alhamdulillah aku dan Akh Iman belum menjadi angkatan [paling] tua, karena akh Ginanjar Hatuala datang di acara tersebut. Beliau adalah teman seangkatan Ramdhan TG’03 yang (baru aku ingat ternyata sama sepertiku) keluar dari ma’had selepas MTs untuk melanjutkan studinya di SMU negeri. Keberadaan beliau begitu aku syukuri karena ada kisah dan taushiyah dari Ikhwan yang baru saja berbahagia dengan kelahiran anak pertamanya ini, yang luar biasa mengena bagi diriku. Taushiyah ini beliau dapat dari seorang alumni lain eks-presiden ISHLAH pusat, Akh M. Muthi Ali. Insya Allah taushiyah tersebut akan coba aku rangkaikan bagi antum semua yang membacanya saat ini.

Alkisah…

Di suatu waktu, ada seorang akhwat alumni generasi awal yang selepas lulusnya dari HK kemudian melanjutkan studi dan menetap di daerah jakarta. Bersyukurlah, Allah menghendaki akhwat ini untuk tetap istiqamah dengan aktivitas dakwah dan tarbiyahnya selepas dari ma’had, disaat banyak pula alumni yang lain yang seolah-olah terbebas dari belenggu aturan di ma’had dan kemudian secara utuh kehilangan identitas kesantriannya (kayak saya juga, terutama saat SMA). Seakan gemblengan selama 6 tahun hilang begitu saja, berganti dengan pencarian identitas dan pemaknaan hidup yang semu dalam trend serta mode yang ada di lingkungan barunya. Bahkan tidak jarang pula dari mereka yang kemudian kehilangan ruh dan kemauan untuk tetap istiqamah dalam melanjutkan aktivitas halaqahnya.

Tetapi tidak begitu dengan akhwat ini. Militansi nan menggebu-gebu terbina dalam wajihah aktivitasnya seakan bersinergi dengan tempaan tsaqafah dan pemahaman yang didapat semasa di ma’had. Amanah seakan silih berganti menggoda uluran tangannya, hingga suatu waktu sampailah beliau pada suatu ujian yang menguras energi ruhiyahnya hingga mencapai limit. Himpitan masalah yang sedemikian besar membuatnya gundah hingga titik yang tak tertahankan. Ditengah kegundahan itulah, ia coba untuk berhenti sejenak, menemukan sebuah tujuan pelarian dari kejaran bayang-bayang masalah yang menghantuinya tersebut. Dan… ia memutuskan untuk melarikan diri ke… Ma’had Husnul Khotimah.

Ia memutuskan untuk kembali kerumah yang telah sekian ia tinggalkan. Tanpa banyak pertimbangan, dipacunya mobil pribadinya, menyetir sendirian dirute antara jakarta-kuningan, ditengah malam tanpa ada rekannya yang tahu. Hanya dia dan perjalanan malam itu yang larut dalam perenungan, dengan tujuan satu… kembali ke rumah yang telah menggembleng dan memberinya banyak hal sebagai bekal kehidupan. Dan sampailah ia ke tujuannya di dini hari yang dingin menusuk, dengan segera melanjutkan perenungannya dalam raka’at-raka’at sunyi menjelang subuh. Baginya kini, tujuannya untuk menemukan perhentian sejenak ditengah hiruk-pikuk aktivitas rutinnya telah tercapai.

Ia datang ke rumah ini bukan untuk menanti wejangan dari ustazah-ustazah yang membinanya. Ia datang ke rumah ini bukan pula untuk menemukan wadah curahan hati diantara rekan-rekannya yang masih menetap disini untuk mengabdi pada Ma’had. Bahkan ia telah berniat untuk bungkam seribu bahasa tentang segala masalah yang tengah menimpanya saat itu. Semuanya karena sekali lagi, tujuannya kesini tak lebih hanya sekedar menemukan kembali suasana yang telah lama hilang dari derap langkah kesehariannya di Ibukota. Tidak lebih sedikitpun.

Namun… kedatangan si anak hilang di rumahnya setelah sekian lama ternyata segera disambut oleh kehangatan pelukan rekan-rekan dan ustadzah-ustadzahnya disana. Dan serta merta pertanyaan itu terungkap oleh saudari-saudarinya tersebut…

“Ukhti sedang punya masalah?”

“Ada yang bisa ana bantu ukh?”

“Jika ukhti punya masalah, ukhti bisa cerita ke kami.”

Ajaib!! Serta-merta bantuan yang sesungguhnya tidak ia harap-harapkan tiba-tiba datang begitu saja. Rengkuhan ukhuwah yang hangat tersebut akhirnya mampu melunakkan hatinya untuk mengungkapkan permasalahan yang sebenarnya masih sedemikian menghimpitnya. Para pendengar setia ini mendengarkan dengan seksama dan mencurahkan segala daya upaya mereka untuk meringankan gundah saudarinya ini. Singkat cerita… dengan energi baru yang berlipat-lipat, hati yang plong dengan solusi, ia kembali ke Jakarta dengan kondisi pikiran yang lebih segar. Siap menghadapi tantangan-tantangan baru di ruang-ruang aktivitasnya.

Kisah tersebut membawa kita pada sebuah perenungan, tentang apakah sebenarnya yang telah menggerakkan rekan-rekan dan ustadzah dari si Akhwat ini, sehingga mereka secara spontan dan naluriah segera dapat menyadari akan adanya masalah yang sedang melanda si Akhwat dan secara proaktif menawarkan bantuannya tanpa menunggu curahan hati si Akhwat. Padahal si Akhwatpun sejak awal tidak sedikitpun berniat untuk memberatkan pikiran saudari-saudarinya tersebut dengan masalahnya. Mungkin kita akan secara otomatis mengungkapkan satu kalimat: “Itu semua karena ukhuwah…”. Namun, apakah sesederhana itu penjelasan dari semua fenomena tadi? Apakah fenomena tersebut muncul begitu saja seiring kedekatan yang telah terjalin bertahun-tahun?

Sekarang aku coba mengajak kita semua untuk mungkin sedikit merenung tentang kejadian sejenis yang mungkin pula kita alami dengan bentuk yang berbeda. Mungkin kejadian-kejadian lain ketika kita merasakan adanya kemudahan dan bantuan yang tiba-tiba datang tanpa kita sangka-sangka. Momen-momen yang ternyata jika kita pikirkan lebih dalam, sebenarnya telah menyelamatkan diri kita dari lenyapnya hidayah yang bisa terjadi kapanpun tanpa kita mampu mengelaknya. Mungkinkah itu semuanya muncul begitu saja seiring semakin lamanya kita berinteraksi dengan rekan-rekan kita tersebut?

Satu ucapan akh Ginanjar yang segera menyentak pikiran saya…

Kita nggak akan pernah tahu kapan doa rabithah yang kita ucapkan akan terkabul!

Doa yang sedemikian fasih terucap dari lisan-lisan kita itu, yang mungkin saking seringnya diucapkan mungkin kerapkali terasa kosong tanpa ruh sehingga menjadi lantunan hafalan yang terucap spontan saja. Pernahkan terlintas dipikiran kita bahwa kemudahan-kemudahan dan bantuan-bantuan saudara-saudara kita seiman yang muncul di keseharian aktivitas kita mungkin saja merupakan jawaban Allah terhadap doa Rabithah kita selama ini? Akh Ginanjar pun melanjutkan dengan sedikit gurauan…

Bahkan mungkin doa-doa ma’tsurat kita semasa di pondok dulu yang ‘terpaksa’ kita ucapkan ba’da subuh dan maghrib karena telah menjadi acara wajib yang tidak bisa kita elakkan. Tanpa kita sadari doa itu mungkin telah terkabul dalam bentuk kemudahan-kemudahan yang kita rasakan, dan bantuan yang tidak kita sangka-sangka. Meskipun doa itu terucap setengah terpaksa keadaan.

Dari sinilah kemudian ada baiknya kita memaknai lebih dalam tentang doa yang begitu akrab dengan kita ini. Sesungguhnya jika kita renungkan doa tersebut lebih dalam dan apa yang terjadi dengan diri kita sebagai makhluk, maka kita temukan bahwa sesungguhnya faktor terbesar yang membuat kita tetap istiqamah dalam naungan diin-Nya mungkin bukanlah ikhtiar kita untuk senantiasa dekat dengan saudara-saudara kita, melainkan keridhaan dan kehendak Allah untuk tetap mempertemukan kita dengan saudara-saudara kita tersebut. Maka dari itu secara pemaknaan sendiri, doa rabithah ini sebenarnya terdiri dari dua bagian:

Bagian pertama:

Allahumma… Innaka ta’lam anna hadzihil quluub (Yaa Allah… sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini…)
qad ijtamaat alaa mahabbatik… waltaqqat ala Thaa’atik… (telah berkumpul dalam kecintaan pada Mu, dan bertemu dalam ketaatan kepada Mu…)
wa Tawahhadat ala da’watik… wa ta’aahadat nashrati syari’atik… (dan bersatu dalam dakwah/seruan Mu… dan berjanji/berikrar untuk membantu/memenangkan syari’at Mu…)

Pada hakikatnya bagian pembuka doa rabithah ini bukanlah suatu bentuk permohonan. Bagian ini sebenarnya suatu bentuk pengakuan seorang hamba terhadap ketentuan yang telah menjadi kehendak Allah terhadap dirinya dengan penuh kepasrahan dan keikhlasan. Bagian ini adalah pengakuan kita bahwa tidak ada kekuasaan apapun yang kita miliki sehingga kita berkumpul dalam jama’ah dan komunitas yang sama, melainkan karena keridhaan Allah terhadap keberadaan kita disini.

Selanjutnya, setelah kepasrahan yang kita berikan tersebut, di bagian kedua/akhir masuklah kita pada rangkaian permohonan:

fa watstsiqillahumma rabithatahaa…
wa adimmuddahaa… wahdiha subulahaa…
wamla’haa bi nuurikalladzi laa yakhbuu…
Wasyrah suduurahaa bi faidzil iimaanubik…
wa jamiilit tawakkuli alaik…
wa ahyihaa bi ma’rifatik…
wa amithaa ala syahaadati fii sabiilik…
wa amithaa ala syahaadati fii sabiilik…
wa amithaa ala syahaadati fii sabiilik…
innaka ni’mal maulaa… wa ni’mannashiir…

Kita memohon supaya ikatan hati yang kita rasakan ini dikekalkan oleh-Nya, dst…, dst…, hingga di permohonan pamungkas, kita meminta untuk dimatikan bersama saudara-saudara kita tersebut bersama-sama dalam predikat kematian tertinggi dan paling mulia, yaitu dalam kesyahidan. Sesungguhnya pada bagian ini kita tidak sedang mendoakan diri kita sendiri. Kita sedang mendoakan agar kita memperoleh kebaikan, dan kita ingin agar saudara-saudara kita menerima kebaikan yang sama baiknya (dan bahkan mungkin lebih). Ditengah ucapan (yang semoga kita ucapkan dengan) tulus pada fragmen terakhir itulah, sesungguhnya kita sedang berusaha berikhtiar menempatkan diri kita dalam tingkatan ukhuwah tertinggi, yaitu itsar. Memberikan permohonan terbaik kita disela-sela doa harian kita bagi mereka, saudara-saudara yang kita coba untuk jauh lebih kita cintai dibanding diri kita sendiri.

Dan pertanyaan penutup… sudahkah perasaan kita menyertai permohonan yang terucap dalam doa kita tersebut?

Ardee’est Things in My Life
[Menjelang dzuhur, Ganesha, 31 Mei 2008]
Teruntuk saudara-saudaraku, Uhibbukum Ahsanu Mahabbatu Fillah

Senja, Embun, dan Pelangi

Senja… Embun… dan Pelangi…
Menanti hari berseri…

Senja… Embun… dan Pelangi…
Siapakah yang akan kutemui…

Senja… Embun… dan Pelangi…
Mencari-cari hakikat dibalik misteri…

Senja… Embun… dan Pelangi…
Tak kunjung terjawab, namun terus kumenanti…

Kemilau jingga emas sang mentari
disenja hari yang mengiris hati
Seakan mustahil tuk termiliki
Terlalu menyilaukan pupuskan nyali

kebersahajaan sang embun pagi
hadirkan setitik kehidupan disini
Temani luluh berkalang sepi
Hadirkan harapan kembali

Warna-warna sang pelangi
bawakan pesona ceria disini
enyahkan gundah setelah gerimis pergi
kucoba raih namun terlalu tinggi

Akankah ini akan selalu jadi misteri
Perjalanan kisah pencari jati diri
Merengkuh harapan menggapai bidadari
Sebagai epilog meraih Sang Cinta Sejati

[And I still try… to find my own ‘Edensor’]