Setelah artikel ini, yang kemudian saya tanggapi dengan ini, penulisnya kemudian memberikan tanggapan lebih lanjut yaitu ini. Oleh karena itu saya coba untuk memberikan tanggapan sebagai berikut:
Hmm… ok, Insya Allah saya bisa menangkap pesannya. Oleh karena itu saya mohon maaf, berarti masalah ini ada pada tataran perbedaan pandangan kita seputar dakwah politik serta bagaimana kita memandang hubungan kita sebagai individu muslim dengan ulil amri/penguasa. Hal ini bersifat furu’iyah (ijtihadi dalam dakwah), dan bukan hal yang bersifat Ushul (pokok ).
Saya menghormati argumen dan sikap antum tersebut seutuhnya, namun disamping itu saya berharap pula antum bisa menghormati sikap yang kami pilih yang meninjau fenomena ini dari sudut pandang berbeda. Sekali lagi, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga gesekan-gesekan kecil dalam hal pemikiran ini tidak menghalangi kita untuk tetap berukhuwah sebagai sesama muslim.
Penyebab utamanya telah jelas, yaitu bagaimana masing-masing memahami interaksi antara seorang muslim dengan pemerintahnya memang sama sekali berbeda. Tanpa mencoba untuk merendahkan atau beradu/menyanggah argumen beliau, saya coba memaparkan sedikit dari apa yang saya pahami. Bahwa sebagaimana rukun islam yang lima, dakwah dan amar ma’ruf nahyi munkar merupakan kewajiban yang secara inheren muncul bersama dengan keislaman kita. Pada intinya, dakwah merupakan kewajiban yang melekat pada diri seorang muslim.
Salah satu bentuknya adalah mengkritisi dan meluruskan kedzaliman yang dilakukan institusi pemerintah terhadap rakyat yang diayominya. Inti dari keberadaan pemerintahan adalah untuk memberikan kemaslahatan bagi ummat, jika hal itu tidak dapat dilakukan oleh ulul amri dan bahkan cenderung terjadi hal sebaliknya (eksploitasi rakyat secara zalim) maka sudah sepatutnya sebagai seorang muslim mengingatkan. Tujuannya agar yang sudah salah tidak semakin bertambah salah.
”Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-ra’du: 19)
Wallahu a’lam bishshawab
politik itu dimana-mana perseteruan kepentingan om.. walaupun politik kayak pisau.. tergantung siapa yang megang pisau itu… tapi dari pengamatan gw orang lebih memilih menggunakan politik itu sebagai alat untuk membunuh.. dan gw yakin politik itu akan tetap kejam untuk selamanya 😀
ini pandangan yg sempit.
Pengertian dasar politik itu adalah setiap upaya manusia untuk mencapai tujuan.
Politik??? gue gak ngerti bgt sih..!! tapi keliatan’a memang kejam.
Tapi sebenr’a bukan politik’a yang kejam, orang yang berpolitik yg kejam!!!
SETTAN..tidak punya hati dan Sadis..
🙂
@ Pandi merdeka dan Izul
Hmmm… gimana ya? Saya kayaknya kurang sepakat dengan pendapat anda. Karena yang salah itu orangnya dan bukan politiknya itu sendiri. Ibaratnya orang sakit, tentunya yang berusaha kita bunuh itu penyakitnya dan Bukan si penderitanya.
Bagaimanapun, setuju dengan mas ganes. Berpolitik adalah konsekuensi manusia sebagai makhluk sosial. Interaksi antara satu individu dengan individu lainnya bisa menghasilkan hubungan sinergis ato justru malah sebaliknya saling menghancurkan. Politik yang saya maksud bukan dalam arti sempit ‘politik praktis’ lho mas.
Lagi pula sekali lagi, politik itu tergantung siapa yang pelakunya. Seharusnya bagi seorang muslim motivasi berpolitiknya tak lain adalah amar ma’ruf nahi mungkar. Meninggikan izzah agama Allah diatas semua isme-isme yang lain dan mewujudkan islam sebagai rahmatan lil alamin.