Tag Archives: haram

Kenapa kita harus [tetep] pake sofware bajakan (2)

Sedikit tanggapan dari tulisan Mas Suprie dan Mas Andrie:

“Kurang setuju !!!. Sumberdaya IPTEK saya rasa bebas saja di komersialisasikan, banyak koq produk open source yang komersial, sebagai gantinya mereka memberikan support dan garansi, klo gak komersial, bagaimana Kuli – kuli IT kaya saya mencari duit”

Sepakat… sampai batas2 tertentu. Tentu saja orang berhak untuk mencari sesuap nasi untuk bertahan hidup dari hasil kerja kerasnya… tapi Korporasi macam Microsoft beda cerita. Mereka menempatkan kita sebagai user dan diposisikan senantiasa sebagai pihak yang tergantung pada mereka.
Seperti juga orang nulis buku, saya sepakat dengan konsep royalti sampai dibatas bahwa royalti tersebut bisa membuat si penulis dan keluarga bisa tetep hidup (earn for living) sehingga si penulis bisa fokus menghasilkan karya2 baru untuk masyarakat. Tapi jika kemudian ada pengerukan keuntungan berlebihan (sekali lagi ‘berlebihan’) yang membuat hanya segelintir masyarakat yang bisa mengakses ilmu pengetahuan, dan kreasi iptek tersebut jadi barang mewah, menurut saya itu sudah melanggar hak dasar manusia. Konsep opensource dan GPL berusaha untuk mereduksi eksklusivitas ilmu pengetahuan itu, dan saya SETUJU. Bagi saya, yang saya tolak itu korporasinya!

“Iya, karena itu gunakan lah Free / Open Source Software !!! karena dengan software opensource, negara kita dapat bersaing dalam bidang IT, tidak ada ide yang di kunci, semua terbuka dan bisa di pelajari. Bisa saja kita mendirikan perusahaan IT yang support ke produk Open Source, seperti hal nya Linux. Memakai bajakan bukan nya jalan menuju negara yang dapat mandiri. Jika kita ingin negara yang mandiri, melepaskan diri dari Vendor Lock , makanya mulai mengembangkan software Free / Open Source Software adalah salah satu jalannya, dan jika kita masih memakai produk mereka, walaupun bajakan, kita masih bergantung pada mereka.”

Ya… sepakat. Tapi, sejujurnya kita harus mengakui untuk beberapa kebutuhan, ada yang belum dapat tergantikan/tersubtitusi oleh software2 tersebut. Saya ambil contoh penerbitan buku, saya belum menemukan padanan untuk software semacam pagemaker atau InDesign. Padahal sumber literatur/informasi lokal merupakan kebutuhan utama agar taraf pendidikan negeri ini maju. Parahnya lagi , masih banyak masyarakat kita yang belum melek internet sehingga literatur hardcopy masih tidak tergantikan. Kalau kita ‘taat’ lisensi komersil, hanya segelintir penerbit yang bisa menerbitkan buku di indonesia ini. Akibatnya yang terjadi adalah monopoli didunia penerbitan dimana segelintir penerbit tadi dapat sesuka mereka menentukan harga buku di pasaran.

“Saya rasa itu hanya lah pembenaran dari pembajakan. Kita sama – sama tahu, klo kita pake barang haram, apa pun bentuk nya tetap haram, dan pembajakan adalah pencurian. Itu sama saja jika ada orang yang mencuri dari rumah kita, lalu pencurinya bilang, “ah orang itu cukup kaya koq, mereka masih bisa membeli barang yang lain”, tapi tetap saja judul nya pencuri. Karena kita merujuk pada perbuatan bukan alasan. Ingat!!, walaupun dalam bentuk apapun dan alasan apa pun, di agama apa pun, mencuri adalah dosa hukumnya.”

Saya menganalogikan membajak (khusus software komersil, BUKAN kekayaan intelektual semacam multimedia) bukan sebagai mencuri… tetapi merebut kembali ‘kemerdekaan’ kita (ngh… oke lah, saya..!! hehehe) yang terampas oleh komersialisasi software tersebut oleh korporat Microsoft Cs itu. Mungkin cuma paranoia saya saja jika kondisi ini saya anggap sebagai konspirasi Negara-negara maju (Neo Liberal) untuk tetap menjadikan negara ketiga senantiasa ada di bawah ketiak mereka…
Ok, bagi rekan-rekan yang cukup melek koding dan akrab dengan bahasa pemrograman masalah tersebut ‘not a big deal’, tapi bagi orang awam semacam saya dan ~entah berapa puluh juta~ masyarakat Indonesia yang lain, It’s a big deal. Kalo produk [software] bajakan itu nggak bisa kita akses, mau kapan kita beranjak dari zaman batu?

“Ada baiknya jika kita menuduh seseorang atau sesuatu kita harus bisa juga memberikan fakta, bukan dugaaan atau asumsi. Maka saya tidak mau ikut – ikutan poin yang terakhir karena saya juga belum punya bukti yang mendukung ataupun yang menyangkal. Saya usahakan selalu memakai produk Free Open Source Software , karena itu adalah pilihan saya, jika saya ingin menggunakan produk – produk proprietary saya usahakan yang legal.”

Ok, nyerah… saya juga nggak yakin dengan logika saya itu kok. So, saya salah dan menunda statement saya itu sampai ada bukti yang bisa dipertanggungjawabkan.

Terimakasih atas responsnya…
Senang berdialektika dengan anda…

::Sok ::gigi ::gigi ::cewek ::cewek ::Sok

Ardian Perdana Putra

Waspada BREADTALK!

Tulisan ini saya ambil dari milisnya APRES-ITB. I think it urgent to be shared. So, bagi yang merasa muslim, silahkan baca:
Assalamualaikum Wr Wb.
Saya anggap berita inio penting dan perlu segera disebarkan, karena perusahaan ini ada dimana-mana Mall dan sering antri untuk beli di outletnya. Lihat juga attachment tentang Keutamaan menjaga kehalalan makanan
Kutipan :
MUI “Angkat Tangan” Kehalalan Roti BreadTalk
Selasa, 08 April 2008

Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat-tangan terhadap kehalalan produk roti BreadTalk. BreadTalk dianggap mengabaikan peringatan MUI

Hidayatullah. com–Kehalalan roti BreadTalk kembali dipertanyakan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak lagi bertanggung jawab atas kehalalan roti produksi PT Talkindo Selaksa Anugerah itu.
“Kami sampaikan kepada masyarakat, kami tidak bisa menjamin masyarakat lagi mengenai kehalalan roti BreadTalk,” ujar Kepala Bidang Sertifikasi Halal LPPOM MUI Muti Arintawati.
Muti, sebagaimana disampaikan okezone, Selasa (8/4) mengatakan, manajemen produsen roti milik pengusaha Johnny Andrean itu tidak memiliki itikad baik untuk memperpanjang sertifikat kehahalan BreadTalk. Sertifikat kehalalan dari MUI yang dimiliki BreadTalk sudah kadaluarsa sejak September 2007 lalu.
“Karena sertifikat itu hanya berlaku dua tahun. Kami sudah sampaikan beberapa kali surat peringatan tapi tidak direspons. Jadi kami tegaskan lagi kepada masyarakat Muslim bahwa MUI tidak lagi bertanggung jawab dengan kehalalan BreadTalk,” tandasnya.
BreadTalk didirikan pada tahun 6 Maret 2003 oleh George Quek, seorang wirausahawan yang sebelumnya memulai jaringan food court yang sukses di Singapura, Food Junction. Konsepnya berbeda dibandingkan dengan toko-toko roti lainnya pada umumnya, dengan memerhatikan penampilan toko yang dirancang agar terlihat eksklusif serta memperlihatkan dapur pembuatan roti kepada para pengunjungnya melalui kaca transparan.
Tahun 2005, MUI pernah mengumumkan BreadTalk, Hoka Hoka Bento, dan Bir Bintang sebagai makanan dengan kategori subhat. “BreadTalk dan Hoka Hoka Bento dinyatakan syubhat (meragukan) dan Bir Bintang 0 persen alkohol dinyatakan haram,” demikian ujar Sekretaris Umum MUI, Dien Syamsudin, saat jumpa pers kala itu. [cha, berbagai sumber/www.hidayatullah. com]

Kutipan selesai
Wassalam