Hanya allah yang tahu mana yang benar.
Cuma berusaha menafsirkan fenomena dari apa yang saya ketahui.
Beberapa hari yang lalu ada kejadian di kampus yang terus terang bikin saya gerah dua kali. Pertama, adalah statement yang sangat-sangat tidak pantas dari seorang Non-muslim terhadap eksistensi ketuhanan umat islam. Saya akui, sebagai muslim saya pantas marah. Bagaimana tidak? hal paling mendasar yang saya yakini sebagai landasan segala amal yang saya perbuat, dipertanyakan keberadaannya..!!
terlepas dari keceplosan akibat emosi atau apapun, hal tersebut tak dapat dibenarkan.begitu pun sebaliknya dari umat manapun itu… melecehkan kepercayaan paling fundamental yang diyakini manusia tak dapat dimaafkan oleh kepercayaan manapun (kecuali agama itu hanya dianggap sebagai penghias kartu tanda penduduk atau pasport). OK sampai disini saya sudah gerah untuk kali pertama.
Kedua, Dari orang-orang yang saya kenal, yang saya pikir akan menghadapi masalah dengan kepala dingin, kenyataannya pun terbawa emosi. saya pikir yang terjadi malam berikutnya adalah “forum intimidasi” yang dimediasi oleh lembaga terpusat kemahasiswaan ITB.
Saya pikir, saya cukup memberi beberapa pertanyaan untuk kita semua renungi. Apa pantas gamais sebagai representasi muslim itb menggunakan cara-cara yang sama buruknya dengan “si pembuat masalah dan kawan-kawannya” itu? setahu saya agama yang syamil dan rahmatan lil alamin ini tidak pernah membenarkan balas dendam.
Cuma berusaha menafsirkan fenomena dari apa yang saya ketahui.
Beberapa hari yang lalu ada kejadian di kampus yang terus terang bikin saya gerah dua kali. Pertama, adalah statement yang sangat-sangat tidak pantas dari seorang Non-muslim terhadap eksistensi ketuhanan umat islam. Saya akui, sebagai muslim saya pantas marah. Bagaimana tidak? hal paling mendasar yang saya yakini sebagai landasan segala amal yang saya perbuat, dipertanyakan keberadaannya..!!
terlepas dari keceplosan akibat emosi atau apapun, hal tersebut tak dapat dibenarkan.begitu pun sebaliknya dari umat manapun itu… melecehkan kepercayaan paling fundamental yang diyakini manusia tak dapat dimaafkan oleh kepercayaan manapun (kecuali agama itu hanya dianggap sebagai penghias kartu tanda penduduk atau pasport). OK sampai disini saya sudah gerah untuk kali pertama.
Kedua, Dari orang-orang yang saya kenal, yang saya pikir akan menghadapi masalah dengan kepala dingin, kenyataannya pun terbawa emosi. saya pikir yang terjadi malam berikutnya adalah “forum intimidasi” yang dimediasi oleh lembaga terpusat kemahasiswaan ITB.
Saya pikir, saya cukup memberi beberapa pertanyaan untuk kita semua renungi. Apa pantas gamais sebagai representasi muslim itb menggunakan cara-cara yang sama buruknya dengan “si pembuat masalah dan kawan-kawannya” itu? setahu saya agama yang syamil dan rahmatan lil alamin ini tidak pernah membenarkan balas dendam.
Terus terang saya sepakat emosi itu wajar jika keluar disaat seperti itu, tentu saja…!! kita pun manusia!! masalah nya emosi yang ditunjukkan secara over-reaktif seperti malam itu saya pikir sudah tidak pantas untuk disebut wajar. mengapa? karena saya tidak melihat uswah hasanah dari senior-senior saya dan juga beberapa alumni. apa pantas, cacian dibalas cacian dari agama yang santun ini?
terus terang saya takut saya dan saudara seiman yang lain yang saat itu datang belum pantas mendapat ajr(ganjaran) jihad. lho… kenapa? karena jangan-jangan yang ada dihati kita bukan lagi semangat untuk membela dan menegakkan agama Allah tetapi malah kobaran dendam yang sangaat besar pada si pelaku. lalu misalnya saya berkhayal… saat panas-panasnya forum tersebut, dari salah seorang kawannya si pelaku tiba-tiba mengeluarkan senjata(pisau misalnya) dan…. clep..!! menikam salah satu ikhwah… lalu dia tewas. adakah yang bisa meyakinkan saya dia mati syahid dalam membela nama allah? atau mati konyol dalam kobaran emosinya sendiri?
salah satu riwayat tentang sahabat menyebutkan, (entah, saya lupa Umar atau Ali R.A.) dalam sebuah perang sang sahabat bertemu satu lawan satu dengan seorang musuh. pendek cerita si musuh terjebak dan terdesak, pedangnya terlempar jauh, sang sahabat telah siap menebas musuhnya ini. Pedang pun telah mengayun tapi… eit… tiba-tiba cuih… segumpal ludah tersemprot kewajah sahabat itu, dan apa yang terjadi? tiba-tiba ia urungkan niatnya menebas leher si musuh dan pedangnya ia tancapkan ketanah. kontan saja… si musuh kebingungan. Nyawanya yang sudah seujung tanduk, batal melayang, dan sang sahabat malah meletakkan pedangnya. dengan heran bercampur penasaran si musuh bertanya mengapa si sahabat batal “mengirim nyawanya”, dan si sahabat pun menjawab, kira-kira terjemahan bebasnya begini:(maaf bila redaksionalnya terlalu bebas, ini dilakukan tanpa mengurangi rasa hormat dan kagum saya pada figur sang sahabat)”saat kau ludahi aku, (terus terang) amarahku meluap nyaris tak terbendung, namun sesaat kemudian aku tersadar motivasi/niatku tak lurus lagi untuk menegakkan ajaran ini(islam) dan aku takut aku membunuh mu karena dendamku.”
lalu, siapa yang lebih pantas kita jadikan teladan terbaik setelah rasulullah selain sahabat-sahabatnya??
Sekali lagi penulis mohon maaf atas kelancangan dalam menterjemahkan redaksional dari riwayat sahabat diatas.
tulisan ini dibuat sebagai nasehat bagi diri penulis pribadi dan untuk kita semua.
semua kebenaran mutlak hanya dari Allah lah datangnya, penilis mengakui segala kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki, namun inilah usaha penulis untuk coba memanifestasikan dakwah dalam frame yang penulis yakini.
Pintu kritik, protes, masukan, arahan, dan koreksi terbuka selebar-lebarnya dihalaman ini.