Mencoba untuk tidak pernah
berhenti menulis
Bulan kemarin adalah bulan dimana aku paling rajin posting. Setelah sekian
lama berhenti posting, ada berbagai hal yang mendorong ku untuk mulai kembali
menulis. Seperti aku bilang beberapa saat lalu, kadang ide begitu mudah datang.
Kadang seperti banjir yang melanda jakarta, deras walau tidak diundang. Tapi
ada saatnya aku sulit sekali menyelesaikan satu tema secara utuh. Sepertinya
untuk diriku sendiri hal ini harus ku analisis, di-troubleshooting, karena
kupikir aku harus sedikit demi sedikit belajar untuk konstan menulis apapun
kendala yang akan aku hadapi.
Aku coba berkaca pada blog seorang teman. Dibandingkan dengan dirinya jelas
aku tidak ada apa-apanya. Aku coba berhitung frekuensi tulisannya dan kudapati
rata-rata 3 koma sekian posting per bulan. Bukan angka yang besar, tapi patut
digarisbawahi KONSTAN. Aku coba membayangkan tentang bagaimana seorang
jurnalis profesional menulis. Mereka pasti dituntut untuk dapat menulis
bagaimanapun kondisinya. Apakah sedang moody atau rileks, tuntutan profesi akan
mendorong mereka untuk dapat mewartakan kebenaran plus melibatkan emosional
serta keberpihakan mereka pada kebenaran itu agar orang bisa merasakannya dan
pesan yang diharapkan bisa tersampaikan.
Bayangkan bagaimana jika suatu saat ia mogok menulis, menurunkan artikel. Padahal
ada suatu isu yang masyarakat secepatnya harus tahu, kasus korupsi misalnya. Jika
berita itu tidak segera sampai ke publik momennya akan hilang. Reaksi
masyarakat tidak cukup massif untuk membuat si penjahatnya plus aparat
mendapatkan tekanan. Kalau ternyata si wartawan berada dalam posisi kunci,
dimana ia memiliki data paling lengkap dibandingkan wartawan lainnya, bisa-bisa
sang koruptor sudah keburu berkelit dan kasus pun tenggelam tanpa penyelesaian.
That just an example…. Tapi sebagai refleksi, sepertinya aku
harus berusaha untuk tidak berhenti menulis. Kadang tulisan dapat menjadi
tempat diri kita bercermin saat kita tidak bisa bercermin pada diri kita
sendiri. Karena ada hal yang bisa jadi kita sembunyikan dari diri kita sendiri.
Sesuatu yang kita menolak untuk menerimanya. Saat kita menulis, secara tidak
sadar kita bisa jadi menemukan kebenaran yang kita ingkari tersebut dan
mengakui sejujurnya kebenaran itu walau pahit. Mmm, berat sih… berat untuk
diakui.
Mengenai mengapa menulis di blog, sebenarnya jika diliat dari fenomena
sosial sendiri, blog merupakan trend/kultur yang berkembang sebagai suatu
pengaruh dari kebebasan mengungkapkan pendapat yang tidak terbendung didunia
maya. Tidak ada yang dapat membatasi arus informasi sehingga kemudian
dibutuhkan suatu wadah/sarana dimana semua orang bisa menuliskan opininya
terhadap berbagai fenomena dalam persepsi mereka secara bebas. Blog menjadi
wahana bagi seseorang untuk mewartakan apapun semau mereka kepada siapapun
(jika ada yang membacanya) di internet. Blog bagaikan sebuah koran pribadi yang
isinya dapat di atur sesuka authornya, yang bisa memasukkan apapun mulai dari
surat cinta, sumpah-serapah, perenungan, curhat sampai sampah-sampah yang tidak
perlu punya arti sekalipun.
Aku pribadi menjadikan blog sebagai wahana pencurahan daya kreativitas dan
tempat berekspresi. Aku nyaris tak peduli ada atau tidak yang membaca blog ku
ini, yang penting apa yang keluar dari imajinasi ku, dari otak ku, dari hati ku
terdokumentasikan, tidak hilang terbawa angin. Tetapi tidak berhenti sampai
disitu, sejujurnya walau tidak berharap banyak akan dibaca orang, aku masih
tetap berharap bahwa tulisan yang ku buat selalu punya arti, bukan setumpuk
sampah yang memenuhi server belaka. Maka dari itu aku tetap berharap, kalo toh
dibaca orang maka ada inspirasi yang dapat diambil, ada hikmah yang bisa
dipetik, seminimal-minimalnya orang enjoy
dan have some fun saat membaca
tulisan-tulisan ku.
Aku tidak seratus persen masa bodo jika tidak ada yang membaca tulisanku. Bagaimanapun
blog ini adalah wujud kesepian yang aku ungkapkan. Sejujur-jujurnya aku
menyisakan harapan bahwa blog ini di baca oleh seseorang, yeah… that person. Jika
tidak ada yang membaca blog ini sekalipun, aku masih berharap dia membacanya. Hmmm, siapa ya…. Let’s put this thing always be a secret.