Lagi seneng mengingat ajal. Momen-momen kepanitiaan daurah jadi pelarianku untuk dzikrul maut itu. Dengan ingat maut setidaknya pas mau berangkat jadi ingat untuk meluruskan niat yang mungkin tadinya bengkok. Meskipun secara manusiawi ada rasa takut juga memikirkan bagaimana nyawa ini akan dijemput, tapi diri ini berusaha untuk pasrah dan ridha jika saja ternyata ditengah pemberangkatan ternyata sudah tiba saatnya. Bahkan pengen rasanya menempatkan kematian sebagai sebuah moment yang paling ditunggu-tunggu sepanjang kehidupan yang terasa semakin singkat ini.
Ah… memang begitu singkat. Nggak kerasa beberapa puluh hari lagi akan genap seperempat abad usiaku. Seorang Rasulullah SAW menggenapkan diennya pada usia itu. Beberapa panglima di era gemilang kejayaan islam bahkan telah melakukan beberapa kali penaklukan wilayah pada usia tersebut. Aku… sekedar menyelesaikan TA ku pun masih kebingungan. Menjadi pribadi yang kuat dan berkarakter, rasanya diri ini masih butuh lebih banyak belajar.
Mengenai usia singkat ini, di DMM dan training sejenisnya aku menemukan sebuah telaga perenungan. Telaga dimana aku bisa berhenti sejenak memikirkan betapa bodohnya aku melewati hari-hari lalu. Betapa childish-nya sikapku yang kerap kali reaktif dan begitu emosional dalam menghadapi sesuatu. Begitu sulitnya lidah ini untuk dikontrol, sehingga kerap kali bermulut besar atau menyakiti hati saudara-saudaraku yang lain. Ah… andainya waktu-waktu tersebut dapat kuulang.
Sesungguhnya ada hikmah dibalik kemustahilan repetisi waktu. Manusia harus belajar menjadi figur yang lebih pintar dari keledai! Mereka tidak boleh jatuh kelubang yang sama dua kali. Setiap momen kehidupan adalah kesempatan kita untuk belajar menjadi lebih baik dari kesalahan-kesalahan yang kita lakukan sebelumnya. Begitupun aku, aku berharap bahwa segala kebodohanku dimasa lalu menjadi tempaan yang membuat diri ini semakin dewasa dan bertanggungjawab. Menjadi figur yang bermanfaat bagi umat. Dan dalam momen daurah kali ini… sebuah langkah baru telah menantiku.
Dalam heningnya malam di lapangan terbuka itu… jawaban itu akhirnya datang. Disaat-saat dimana aku merindukan maut, tantangan baru kehidupan justru datang menjemput. Diakhir-akhir sepertiga malam itu, Murabbiku mengabarkan via SMS sebuah kabar gembira. Beliau menantangku untuk memasuki tahapan kehidupan baru itu dalam tiga bulan kedepan. Ada tanda-tanda positif dari balik hijab itu.
Memang, diri ini butuh banyak belajar. Belajar berhusnudzan terhadap ketentuan dari-Nya yang memiliki setiap inci dari Alam Semesta ini. Mungkin inilah hikmah yang ia selipkan dalam proses yang tertunda-tunda ini. Ia ingin bahwa hambanya ini menjadi seorang ikhwan yang kuat, sadar dan mau belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalunya. Ia ingin bahwa hambanya menjadi orang yang ridha akan apapun keputusan yang Ia tetapkan. Ia ingin hambanya untuk meninggalkan semua borok-borok kesombongan, kecintaan dan posesivitas terhadap hal-hal yang sesungguhnya tidak pernah ia miliki, karena hanya milik-Nya lah segala sesuatu di langit dan di bumi.
Di sepertiga akhir malam itu… aku belajar sedikit tentang arti hidupku
Di sepertiga akhir malam itu… kutemukan Kehidupan di balik Cinta akan Kematian