Category Archives: Weblogs

True Colors

Di sebuah channel TV lokal Bandung tadi sore gw nonton
rekaman live accoustic performance dari Phil Collins (mmm… entah sih, ato
genesis ya…?). Pas kebetulan baru banget nyalain TV, dan lagu yang dibawain
judulnya True Colors. Sedikit penggalan lagunya “show me your true colors, thats why I love U….. bla bla bla”,
yang walo gak ngerti-ngerti amat kayaknya sih kurang lebih temanya adalah
tentang bagaimana keberagaman menjadi sesuatu yang harus kita syukuri dan
apresiasi. Langsung aja inget sama isu pluralisme yang sering di
gembar-gemborin sama anak liberal.

Bicara soal keberagaman, berbagai sudut pandang dan latar
belakang telah mengakui bahwa keberagaman yang kita temukan dalam hidup ini
merupakan suatu anugerah yang tak ternilai dan potensi yang maha dahsyat.
Anugerah tak ternilai karena tanpa adanya keberagaman, kita sebagai manusia
dengan berbagai kekurangannya tidak dapat saling melengkapi. Potensi maha
dasyat karena keberagaman memungkinkan kita untuk menciptakan kombinasi dan
probabilitas yang tak terhitung jumlahnya dalam kehidupan, menyebabkan hidup
kita misterius dan penuh kejutan.

Bayangkan jika kita diciptakan dengan pola pikiran yang
sama, latar belakang sama, watak yang sama…. betapa membosankan dunia. Tidak
akan ada perdebatan dan diskusi yang seru, rapat yang dinamis, bahkan tidak ada
sebutan baik-buruk, cantik-tampan-jelek, pintar-bodoh-lemot karena semuanya
sama. Bayangkan jika ada suatu problem yang harus dipecahkan, semua berpikir ke
arah yang sama. Bagaimana jika itu jalan buntu? Bisa-bisa jawaban ato solusi
dari masalah itu gak akan pernah ditemukan.

Dalam ilmu biologi, diversitas menyebabkan kita survive
dan dapat beregenerasi hingga hari ini. Kromosom kita yang jumlahnya dari dulu
segitu-gitu aja (46 biji) menyimpan entah berapa banyak kombinasi yang unik
yang membuat manusia tidak ada yang identik dengan manusia yang lain. Setiap orang
menjadi memiliki berbagai temperamen, imunitas yang beragam terhadap berbagai
macam penyakit, berbagai ukuran tubuh yang begitu unik. Bayangkan jika tinggi
setiap orang sama! Betapa tidak serunya permainan basket.

Dalam ilmu manajemen terutama jika berkaitan dengan
manajemen SDM, keragaman manusia menjadi suatu keuntungan sekaligus kesulitan
tersendiri. Terdapat berbagai tipe pekerja dengan keterampilan dan keahlian
yang khas sehingga dapat mengisi suatu posisi yang memiliki kriteria spesifik.
Negatifnya kualitas pekerja beragam, karakter psikologisnya unik sehingga
treatmen bagi tiap pekerja beragam dan tidak mudah di generalisir. Tapi dalam
teori yang sangat fundamental dalam ilmu manajemen yaitu teori Taylor, pada
dasarnya keragaman karakteristik orang adalah potensi yang memungkinkan
terjadinya suatu pembagian kerja yang optimal karena setiap orang dapat
diposisikan sesuai spesifikasi dan kekhasannya masing-masing. Hal ini secara
filosofis merupakan hakikat dari Teamwork
yaitu kesatuan kerja yang setiap elemen didalamnya dapat saling melengkapi
sehingga tercipta suatu capaian kinerja optimal.

Hukum dan aturan kemudian menjadi suatu faktor penting agar
suatu keragaman dapat kita optimalkan sebagai kekuatan bagi suatu komunitas.
Hukum dan aturan menjadi suatu bentuk transaksi yang menjamin bahwa kelebihan
yang dimiliki seseorang pada suatu aspek tidak berdampak merugikan bagi orang
yang kurang dalam aspek yang sama, yang kuat tidak menindas yang lemah.

Sebenernya pengen dilanjutin ke masalah pluralisme vs
pluralitas dan fitrah hakiki manusia serta mengapa logika pluralisme itu gak
logis tapi gak jadi dimasukin, ntar ajah….

Yu dadah babay…… wassalamualaikum

Arti sebuah nama….

5Apr07

Seberapa
besarkah arti sebuah nama?

Hemmmmm…… lagi pengen kenalan. Sejak pertama ngisi blog
kayaknya aku blom pernah bener-bener memperkenalkan diri. Ya…. Mungkin saatnya.
Perkenalkan namaku Ardian Perdana Putra. Namaku ini ada ceritanya loh…. Aku
lahir bulan agustus 1983 dalam kondisi prematur 8 bulan…..[“Another grey
day-Maaya Sakamoto” ON]. Jadi seandainya normal, aku bakal lebih muda ya…..
namanya bukan ardian dong, eh… jangan-jangan gw bakal dinamain Septian…. Ato
sepdian (halah ngaco…. Becanda]. Nama depan ku ini yg unik….. AR adalah nama
bokap (Aris), DI dari nama ibu (walopun ga pas-pas bgt siy, Dyah, kalo ini
beneran kayaknya nama gw harusnya ditulis ARDYAN), AN itu singkatan dari Anak.
Ya…. Tapi kata ibuku ini sih versi yang gak jelas kevalidannya. Yang pasti kita
sama-sama tahu lah ya…. Maksud dari PERDANA PUTRA…. Paling duluan nongol.

Ngomong-ngomong aku gak punya nama keluarga lho….. aku
sempet bingung waktu kecil. Apa lagi pas belajar bahasa inggris. Bingung,
soalnya klo orang sono kan klo nama belakang itu biasanya nama keluarga. Ya
gitu lah…..

Klo bicara soal nama kayanya bagus juga bicara soal
panggilan dari SD ampe Kuliah… soalnya hampir pasti selalu ganti, dan herannya
gak nyambung sama nama asli.

Panggilan di SD itu sebenernya standar…. ARDI aja, cuma
terus nambah…. Gw pernah dipanggil “profesor” sama anak-anak, soalnya cita-cita
gw dulu astronot dan Ilmuwan. Ya… SD gak banyak kesan…. Maklum
pedalaman….(pedalaman depok), masa-masa gw gak jadi jagoan…. Jadi bulan-bulanan
temen yang superior. Tapi mereka gak berkutik pas lulus dunks….. dengan NEM
lumayan tinggi gw masuk SMP favorit waktu itu, temen2 gue harus nyari sekolah
swasta. Beruntung juga, soalnya gak pernah nyangka bgt. Gimana nggak lha wong
pas kelas tiga aja gw nyaris gak naik kelas.

Pas SMP, walo pun Cuma sebentar (1 tahun) tapi kenangannya
lumayan, terutama cinta monyetnya. Di kelas gw, 1.2 gw dipanggil Mpe… karena
sipit…. Lengkapnya Mpe Tong Seng. Gw ngamuk sebenernya, tapi apa daya, tetep
aja anak2 manggil gw kayak gitu. Temen-temen gw udah mulai kenal cimeng, BK ato
minimal rokok. Gw? Gak usah diceritain lah… Tiba-tiba masa2 yang sebentar itu
putus…. Gw masuk pesantren.

Dipesantren gw dapet panggilan baru lagi, PePe. Tahun
pertama, gw masuk kamar 12 (dganti nama jadi Hudzaifah Ibnu Yaman @ asrama
Khandaq). Kamar Hudzaifah dikenal sebagai kamar “Kandang Macan”. Gak ada senior
yang cukup sabar untuk ngurus kamar itu. Satu per satu berguguran digantikan
pengurus baru. Bahkan Kak Addin angkatan pertama MA(Gw angkatan III MTs) yang
paling disegani sekalipun akhirnya gak dikamar itu lagi. Kamar itu kacrut bukan
maen lah….. hari-hari pertama aja gw langsung ngajak ribut salah satu preman
kamar itu. Kris… dia akhirnya gak lama di pesantren, keluar barengan sama
sodaranya Mustofa abis kena kasus kemasukan jin yang bikin heboh satu ma’had.

Cerita kebandelan gw cuma beberapa orang yang tahu. Jadi
ustad-ustad dipondok masih nganggep gw santri yg biasa-biasa aja. Paling yg tau
sisi gelap gw Cuma Ust. Alm. Dadang Sa’dan. Gw kadang suka kabur dari pondok
bukan pas waktunya izin. Aturan di pondok, boleh izin Cuma 2 minggu sekali di
hari jumat(hari libur resminya pesantren). Shift izinnya ikhwan sama akhwat
beda jum’at. Tapi tetep aja, gw denger sekarang santri lebih bandel. Dengan
adanya HP, santri Ikhwan dan akhwat ada yg bisa janjian untuk ketemu dikota,
pacaran. Kalo zaman gw itu mah hal langka, apalagi sampe pacaran, santri paling
bandel aja ga bisa. Biasanya gw ke kota kuningan jalan-jalan, belanja, nonton
dll.

Panggilan Pepe bertahan sampai tahun terakhir…. Masa-masa
penuh suka-duka, masa paling soleh sekaligus paling brandalan….. Gw Bertahan di
5 besar mulai kelas 2 sampai 4(1-3 SMP normal, tahun pertama tahap I’dad).
Semua karena gw deket dan sobatan banget sama Hidayat, Yayat, Zulfahmi dll yang
pinter dan soleh. Gw banyak ngikutin cara belajar mereka (terutama pas ujian)
dan karena daya inget gw yg lumayan kenceng, dalam semalam belajar, materi
secaturwulan gw bisa kuasain diluar
kepala. Akhirnya pas ujian gw bisa sedikiiiiit di bawah level mereka. Kebetulan
gak susah2 amat, rata-rata materi hafalan dalam bahasa arab. Ditunjang dengan
pengetahuan umum gw yang lebih lumayan membuat nilai gw kedongkrak. Jadi klo
terima raport (ada 2 macem raport, Ma’had dan MTs/Depag) gw kalah di raport
ma’had, tapi unggul di raport Depag.

Hingga akhir masa-masa pesantren gw lumayan naik pesat,
dan akhirnya lulus dengan NEM terbaik ke-3 di Pesantren. Aku yang emang sejak
kelas 3 udah gak tahan dengan aturan yang ketat di pondok dan memang ingin
melanjutkan ke sekolah umum untuk mengejar PTN. Setelah diskusi yang
berbelit-belit akhirnya aku direstui (terutama Ibuku, Ayah dari awal gak setuju
aku masuk pesantren) dan boleh pindah dengan “beberapa syarat”.

Kemudian masuklah aku ke SMUN I Serpong (Setelah sempat
tes di Insan Cendikia, lulus sih 20 besar, sayangnya biayanya membuat ku
mengurungkan diri). Tahun awal diwarnai jet-lag…. dari pesantren yang homogen
ke SMU yang plural dan Heterogen. Tapi mata ku ternyata cukup pintar
beradaptasi, dan kembali cinta monyet mengisi hari-hari SMU. Cuma gw mah
keitung cupu bgt lah. Gw cuma bisa jadi secret admirer. Udah, mentok!! Lebih
dari itu cuma sekali gw nyatain “hal berbau monyet” itu, pas gw mau hijrah ke
bandung sebelum naik kereta (gariiiiing……).

Yang gak gw sangka-sangka, tahun pertama begitu gemilang
buat gw. Gw gak pernah seumur-umur mimpi jadi ranking I, dan ternyata kejadian
dong…. Hattrick!! Tiga kali berturut-turut di kelas I. Padahal cawu 3 gw
kecelakaan, beberapa hari menjelang ujian Cawu gw cedera dari basket,
ujung-ujungnya tangan kanan gw patah dan gw harus ujian dengan tangan kiri….. yah….
Harus diakui, rada-rada sedikit ketolong nilai “kasih sayang”. Tapi eit… jangan
salah nilai gw kedongkrak gak dateng dengan sendirinya ya…. Ulangan harian gw
lumayan, yang bikin nilai gw ketolong.

Balik lagi kesoal panggilan…. Gara-gara indrie, temen duduk
sebarisan pas kelas I, gw sempet nyaris dipanggil Firaun…. Gara-garanya dia
ngliat gambar patung firaun di buku sejarah, dan katanya sih, mirip gw…
Ting..tong… tau-tau dia teriak keliling kelas… dan efeknya sampe beberapa
minggu gw tetep dipanggil Firaun. Tapi kemudian gw bilang keanak-anak, Firaun
kurang keren…. gw tawarin “Pharaoh” sebagai penggantinya, untungnya anak-anak
mau aja…. Akhirnya mulailah 3 tahun gw di SMU dengan panggilan baru…

Herannya ternyata terjadi juga distorsi, naik kelas
berarti ganti temen. Panggilan itu (Pharaoh) pun akhirnya berevolusi…(ciee…..
Huekkk…). Panggilan itu ditulis dengan bermacam madzhab…. Kadang-kadang Farao,
parau, Varau dll. Ujung-ujungnya gw resmiin panggilan itu jadi tinggal 3huruf:
RAO!! Klo tandatangan unofficial A-nya gw balik. Sampe sekarang, panggilan RAO
masih tetep dipake di APRES. Anak-anak apres gak pada tahu nama gw Ardian,
mreka taunya RAO.

First…. of my CONFESSIOgraphy

Sebuah tekad! atau nekat?

 

Perkenalkan, namaku Ardian
Perdana Putra, seseorang yang biasa-biasa saja.

Aku gak pernah tahu kapan aku mulai sadar kalo aku hidup,
yang pasti sekarang jelas akan berbeda ceritanya jika aku gak sadar tentang
mengapa aku masih hidup.

Aku lahir bertahun-tahun yang lalu, 28 agustus 1983 di
daerah Kampung Melayu, Jakarta timur. Saat itu orang tuaku masih numpang di
rumah nenek, tetapi tak lama kemudian kami pindah ke kontrakan di daerah
mampang, karena kantor ibuku, BATAN ada di daerah mampang prapatan.

Entah apakah ini pertama kalinya aku coba untuk menuliskan
diary/kisah hidup. Tetapi seingat ku sejak SD sebenarnya keinginan itu pernah
ada, tapi tidak pernah terlaksana. Memang keinginan itu tak kunjung terlaksana
terpengaruh oleh karakter ku yang gampang bosan dan senang mencoba, jadi saat
keinginan itu ada, kadang hanya terlaksana beberapa kali, lalu lupa. Bisa
jadi keinginan itu juga belum aku pahami
tujuannya sehingga tidak ada dorongan cukup kuat untuk membuatnya berlangsung
lama. Cuma mungkin sekarang berbeda, karena aku punya harapan dan hasrat lain
dari tulisan ini.

Aku memang belum pernah menuliskan “diary” secara harfiah.
Kenyataannya ada sedikit jiwa ekspresif didiriku yang membuat aku punya
dorongan kuat untuk menuangkan imajinasi, atau lintasan pikiran yang ada
dikepalaku secara tiba-tiba. Jadi secara nonformal aku menuangkan “diary”ku
dalam berbagai bentuk. Kadang coretan-coretan abstrak tertuang begitu saja
tanpa bisa dipahami orang lain. Saat MTs dan SMU aku suka menggambar maka aku
tuangkan dalam gambar, aku juga kadang menuangkannya dalam bentuk puisi.

Tetapi kadang aku juga tidak dapat menuangkannya kebentuk
apapun. Biasanya itu terjadi jika aku sudah memendam dan mengolah imajinasi
tersebut hingga begitu rumit diotakku. Mereka jadi sulit keluar dan hanya
muncul potongan-potongannya saja. Makanya pemikiran ku kadang sulit diterima
orang karena aku punya dunia sendiri dalam kepalaku.

Sebuah tekad! atau nekat?

 

Perkenalkan, namaku Ardian
Perdana Putra, seseorang yang biasa-biasa saja.

Aku gak pernah tahu kapan aku mulai sadar kalo aku hidup,
yang pasti sekarang jelas akan berbeda ceritanya jika aku gak sadar tentang
mengapa aku masih hidup.

Aku lahir bertahun-tahun yang lalu, 28 agustus 1983 di
daerah Kampung Melayu, Jakarta timur. Saat itu orang tuaku masih numpang di
rumah nenek, tetapi tak lama kemudian kami pindah ke kontrakan di daerah
mampang, karena kantor ibuku, BATAN ada di daerah mampang prapatan.

Entah apakah ini pertama kalinya aku coba untuk menuliskan
diary/kisah hidup. Tetapi seingat ku sejak SD sebenarnya keinginan itu pernah
ada, tapi tidak pernah terlaksana. Memang keinginan itu tak kunjung terlaksana
terpengaruh oleh karakter ku yang gampang bosan dan senang mencoba, jadi saat
keinginan itu ada, kadang hanya terlaksana beberapa kali, lalu lupa. Bisa
jadi keinginan itu juga belum aku pahami
tujuannya sehingga tidak ada dorongan cukup kuat untuk membuatnya berlangsung
lama. Cuma mungkin sekarang berbeda, karena aku punya harapan dan hasrat lain
dari tulisan ini.

Aku memang belum pernah menuliskan “diary” secara harfiah.
Kenyataannya ada sedikit jiwa ekspresif didiriku yang membuat aku punya
dorongan kuat untuk menuangkan imajinasi, atau lintasan pikiran yang ada
dikepalaku secara tiba-tiba. Jadi secara nonformal aku menuangkan “diary”ku
dalam berbagai bentuk. Kadang coretan-coretan abstrak tertuang begitu saja
tanpa bisa dipahami orang lain. Saat MTs dan SMU aku suka menggambar maka aku
tuangkan dalam gambar, aku juga kadang menuangkannya dalam bentuk puisi.

Tetapi kadang aku juga tidak dapat menuangkannya kebentuk
apapun. Biasanya itu terjadi jika aku sudah memendam dan mengolah imajinasi
tersebut hingga begitu rumit diotakku. Mereka jadi sulit keluar dan hanya
muncul potongan-potongannya saja. Makanya pemikiran ku kadang sulit diterima
orang karena aku punya dunia sendiri dalam kepalaku.