[JDDSK Bab III] Lho… Kamu?

Lho… kamu?

Ammmpun, jam enam limabelas…! Aku belum shalat subuh.”, teriakku panik. Pagi itu untuk kesekian kalinya aku bangun seperti orang kesetanan. Belum shalat, mandi, sarapan dan… aku kuliah jam tujuh! Sudah tak sempat lagi mandi, sehingga aku putuskan untuk ‘mandi pasfoto’ plus sikat gigi. Sarapan pun tidak ada waktu lagi. Aku bergegas memakai sepatuku.

Ruli yang terbangun karena bunyi ‘gradak-gruduk’ sejak tadi, berdiri menghampiriku. Sambil garuk-garuk dia bertanya, “Mau kemana kau pagi-pagi begini?”.

Ya kuliah lah….” jawabku bingung. “Dosen yang ngajar senin pagi killer banget… gak boleh telat sama sekali!”, lanjutku.

Tresno keluar dari kamarnya dengan mata masih tertutup rapat.

Apa sih pagi-pagi pada ribut…. gak bisa liat orang menikmati akhir pekan apa?

Sorry No, gue ada kul…” aku terhenti sejenak, kayaknya ada yang aneh.

Tadi apa lo bilang…. akhir pekan?

Aku cek tanggal di HP bututku…. Aduh, bener deh… hari minggu! Dari tadi rupanya aku salah ingat… kukira ini hari senin. Tresno dan Ruli hanya tertawa melihat aku yang dongkol. Aku kembali masuk kekamarku, melanjutkan tidur yang tertunda.

Mngh… buku apa nih?” tanyaku dalam hati saat baru saja merebahkan diri. Saat kulihat ternyata buku yang kemarin kubeli dipameran. Aku lalu teringat bahwa semalam aku hampir tidak tidur, berusaha menamatkan buku itu. Ceritanya memang menarik, tapi apa mau dikata…. ternyata mataku tak mau kompromi lagi. Akhirnya aku ‘tewas’ di Bab V. Rencana hibernasiku kubatalkan. Aku langsung asyik mencari-cari halaman terakhir yang kubaca sebelum ketiduran.

Buku ini memang bagus, ceritanya mengalir dan idenya sederhana. Novel ini mengisahkan seorang siswi SMU yang menemukan jatidirinya sebagai seorang muslimah. Setelah proses pencarian panjang, ia kemudian berjilbab. Cerita ini mulai menghangat ketika memasuki masa kuliah ia mencari seorang pendamping hidup. Mulai dari sinilah cerita ini berlika-liku. Aku sendiri masih terjebak di Bab V, pada awal fase ini.

—===|||===—

Sudah kuduga…!”,  ucapku senang saat ternyata cerita berjalan seperti prediksiku. Ternyata Juwita akhirnya memilih yusuf, walaupun secara ekonomi ia jauh dibawah Randi. Ternyata juwita kagum dengan yusuf yang mandiri sehingga rela berjualan buku untuk membiayai kuliah demi meraih cita-citanya sebagai seorang insinyur sipil.

Beberapa belas menit kemudian akhirnya aku bisa bernafas lega. Novel itu dapat juga kutamatkan hari ini. Tapi ternyata rasa penasaranku belum berakhir. Cerita ini keren sekali, penulisnya seperti begitu menyelami cerita. Aku jadi penasaran, seperti apa sosok penulisnya. Sayang, di dalam buku tidak ada nama asli dari penulis. Ku bolak-balik lagi buku itu dan kutemukan biodata dari “Rona Senja”.

“Rona Senja, Lahir di Semarang, 2 Februari 1988. Dari sejak TK hingga SMU dijalaninya di Semarang. Ia saat ini sedang melanjutkan pendidikannya di jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung.

Menulis sudah menjadi hobbynya sejak kecil. Berbagai penghargaan menulis telah ia raih, diantaranya juara pertama Festival Cerpen Pelajar, Majalah KoncoKu tahun 2003. Kini aktif menulis cerpen untuk beberapa majalah Islami.”

Hah… dia anak ITB? Jurusan Teknik Sipil…? Apa aku kenal ya…? Aku semakin penasaran dengan identitas “Rona Senja”.

—===|||===—

Keesokan harinya, hari senin ‘yang sebenarnya’ aku sudah mempersiapkan diri untuk ‘benar-benar’ tidak terlambat. Alhamdulillah… aku ‘lebih tidak terlambat’ dibanding kemarin, jam 6 lewat 5 menit (hehe… tetap saja kesiangan shalat subuh)! Tapi lumayan, aku tidak telat masuk kelas, dan bisa nyaman duduk dibelakang melanjutkan tidurku (lho kok..?). Herannya entah kenapa pagi ini pak Petrus sering sekali bermain-main ke sisi belakang kelas. Aku akhirnya mau-tak-mau harus melek sampai kuliahnya selesai.

Kulihat jadwal hari ini, “9.00 Metodologi Penelitian, lalu…. sudah!”. Kuliahku hanya sampai jam 11. Selain itu ada agenda rapat persiapan panitia Penyambutan Mahasiswa Baru GAMAIS(Keluarga Mahasiswa Islam ITB) ba’da ashar. Aku diamanahi menjadi koordinator pembuatan booklet yang dibagikan saat mahasiswa 2007 datang, rapat kali ini adalah rapat perdana. Memang masalah per-desain-an adalah merupakan hoby dan keahlianku yang cukup menonjol.

Setelah setengah jam dikelas ternyata dosenku tak kunjung datang. Beberapa teman sudah bersiap akan bubar. Saat ketua kelas datang, barulah kami tahu bahwa ada tugas yang diberikan sebagai pengganti kuliah. Setelah mencatat tugas kami langsung membubarkan diri. Aku makan siang, shalat dan ngenet gratisan sampai ashar di Lab Komputer Biologi.

—===|||===—

Selepas shalat ashar di Salman, aku langsung ke Koridor Utara (korut). Area ini bisa dikatakan zona rapatnya aktivis Salman. Hampir semua rapat memilih tempat ini atau Koridor Timur(kortim), hanya saja korut lebih disenangi karena lebih tertutup. Setelah 15 menit menunggu, ternyata belum ada satupun yang datang.

Maaf Akh, ana telat. Masih ada kuliah sampai jam 4.”, Zulkifli datang dengan terburu-buru. Tak lama kemudian rekan-rekannya dari Seni Rupa datang, kuajak mereka ngobrol. Sekarang ada kami berempat, aku dan tiga orang anak SR 2005. Aku miscall Ukhti Rani, menandakan di ikhwan siap memulai rapat.

Beberapa saat kemudian tiga orang akhwat datang (dan tentunya) dengan menunduk. Setelah mereka duduk berjajar menghadap selatan, aku merapikan jajaran ikhwan lalu maju kedepan bersiap memulai rapat.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”, aku memulai rapat ini. Salam tadi dijawab oleh semuanya, tetapi…..

Lho, kamu…?”, terdengar suara keras itu diantara barisan akhwat. Aku kaget saat kulihat sesosok akhwat yang sepertinya kukenal.

—===|||===—

Kisah Rani…..

Namaku Rani Putri Ayuningtyas, asliii…. 100% Bandung. Sekarang aku kuliah semester 6 di Teknik Lingkungan ITB. Walaupun embel-embelnya teknik, TL ITB cukup beruntung dengan proporsi pria wanita yang cukup berimbang. Aku sudah mentoring sejak SMA dulu, apalagi di Salman ada Kharisma yang memotori perkembangan mentoring dikalangan anak SMU. Sekarang ditahun ketigaku di ITB aku pun sudah mendapat lisensi menjadi mentor bagi mahasiswa TPB.

Kelompokku rame sekali, aku sangat menyayangi mereka. Ada Anindya yang sejak SMA telah aktif di Rohis, anak semarang yang punya bakat menulis cerita. Ada juga Nada, mahasiswi Planologi, asal jakarta, yang walau sangat gaul dan centil, tapi punya keingintahuan yang besar terhadap islam. Irma, mahasiswi sejurusanku ini asli Garut, walaupun pendiam aku cukup mengagumi qiraah Qurannya yang indah. Ada juga Tiara, sejurusan dengan Anindya, punya minat yang sangat besar ke Musik dan pandai memainkan piano. Adapula Fatimah dari Aceh, Dewi, dan Ranti, namun mereka jarang sekali datang.

Saat ini aku diamanahi membantu persiapan acara Penerimaan Mahasiswa Baru. Divisi Booklet adalah bagianku. Tugasnya adalah menyusun buku saku yang berisi informasi lengkap seputar kehidupan mahasiswa sebagai panduan bagi mahasiswa baru untuk mengenal lingkungan barunya. Isi booklet ini sangat beragam, dari lokasi toilet dan mushalla di ITB, lokasi fasilitas layanan mahasiswa, kantin, rute angkot, jajanan murah di Bandung serta info daerah untuk kost, tak ketinggalan bonus beberapa cerpen sebagai pemanisnya.

Berkaitan dengan cerpen itulah, aku mengajak Anin untuk ikut membantuku di tim Booklet ini. Senin, 7 Mei 2007 ini adalah rapat pertama kami. Aku juga mengajak adik mentoringku yang lain, Nada tertarik untuk ikut tapi tidak dapat hadir karena masih kuliah hingga jam 5. Maka setelah ashar, hanya aku dan Anin serta seorang akhwat lagi yang dapat hadir dirapat.

Menunggu kode dari ikhwan, kami ngobrol dulu seputar konsep untuk buku ini. Anin menyanggupi untuk membuat beberapa cerpen, bahkan ia langsung membawa beberapa contohnya untuk kami pilih. Akhirnya setelah menunggu 15 menit, Akh Arie me-misscall kami. Kami segera beranjak ke korut…

Akh Arie segera membuka rapat dengan salam. Setelah menjawab salam aku segera dikejutkan oleh…..

Lho… kamu?” Anin tiba-tiba bersuara. Aku lebih kaget lagi saat akh Arie meresponnya dengan…

Lho, kamu juga ngapain ada di sini?

Aku bergantian menatap mereka berdua, bingung. Anin tiba-tiba tertunduk. Aku segera menengahi…

Ngh.. ini adik mentor ana. Dia pintar membuat cerpen, jadi ana ajak untuk gabung di tim kita.

Akhirnya rapat kembali berlanjut seperti tidak terjadi apa-apa. Anin mencubit pelan sikuku… entah apa maksudnya.

—===|||===—

Kisah Anin…..

Teh Rani mengajakku ikut di tim booklet, sore ini kami rapat. Aku senang sekali karena berarti cerpenku akan dibaca oleh Mahasiswa baru. Aku berharap cerpenku dapat menginspirasi mereka untuk mengenal islam lebih dalam. Teh Rani memberi respon yang baik pada beberapa cerpen yang kubawa sebagai contoh.

Kami akan segera memulai rapat, seorang ikhwan maju kedepan memimpin. Ia memberi salam, tapi…. lho suara itu….!

Lho kamu…?” aku langsung ingat, dia adalah cowok jutek di pameran buku kemari. Aku kaget, ngapain dia disini?

Lho, kamu juga ngapain ada di sini?” jawab si cowok jutek.

Ihhh…. mendengar responnya yang gak simpatik itu aku tambah kesal. Tapi aku segera sadar melihat Teh Rani yang kebingungan, aku juga tersadar… aku kan akhwat… Maluuuu…!

“Ngh.. ini adik mentor ana. Dia pintar membuat cerpen, jadi ana ajak untuk gabung di tim kita.”, ucap Teh Rani memecah kesunyian. Aduh, kenapa memujiku teteh…. Kucubit pelan sikunya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *